Sabtu, 07 Mei 2011

Agama Buddha dan Sosial Pilitik


.                                                                                       BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.
Kondisi kehidupan manusia sosial politik sekarang menyangkut perbedaan agama. Agama menjadi masalah besar dalam memberikan solusi masyarakat sosial dan implementasi bagi Buddhisme yang mengarahkan umat berjalan di jalan yang benar. Ilmu sosial dalam Agama Buddha dan pembangunan sosial politik tidak terlepas dari sikap seorang individu dalam suatu pemerintahan dan tercermin dalam sikap para kalangan Buddhisme seperti raja Asoka, menempatkan sosial politik sebagai sarana membangun masyarakat yang adil dan makmur.
Sosial politik dalam kehidupan sekarang cenderung pada perefleksian adu pamer antara kelompok dengan mengabaikan universal. Agama Buddha mempunyai ciri khusus dalam pembangunan sosial, yang terdiri dua kelompok yaitu umat perumah tangga dan Sangha yang akan dibahas pada pembahasan  di bawah ini.
B. Fokus permasalah.
1.    Bagaimana pengertian ilmu sosial politik ?
2.    Bagaimana kajian ilmu sosial politik dipandang secara umum ?
3.    Bagaimana kajian ilmu politik dipandang secara Agama Buddha ?
C. Tujuan
1. Memaparkan pengertian ilmu sosial politik.
2. Memaparkan kajian ilmu politik menurut pandangan umum.
3. Memaparkan kajian ilmu politik dalam pandangan Agama Buddha.
BAB II
ILMU AGAMA BUDDHA DAN ILMU SOSIAL POLITIK
A.     Kajian Ilmu Sosial Politik Secara Umum
Politik adalah sebuah sebutan timbul dalam sebuah organisasi, dan terkecil ialah rumah tangga yang meluas menjadi keluarga, suku, yang mengikat anggota-anggotanya, yang dipimpin oleh kepala atau pemimpinnya masing-masing. Tetapi namanya sebuah politik biasanya kita dengar dikalangan  organisasi-organisasi yang didirikan orang-orang kelas atas, seperti kalangan pemerintahan. Mereka mendirikan sebuah organisasi karena memiliki tujuan tertentu dan tujuan sama, seperti : perkumpulan olah ragawan, pembuatan proyek, dan dalam organisasi tersebut diperlukan sebuah politik. Ilmu politik di sebuah negara adalah ilmu menyelidiki dan menguraikan hidup sebuah negara, sikap dan tindak tanduknya dalam kehidupan warganya serta dalam pergaulan antar negara.
Ilmu politik merupakan sisiologi negara, menurut Hoentink, sedangkan. Moh. Jamin berpendapat bahwa ilmu politik memusatkan tinjauan masalah kekuasaan dan bagaimana berjalan tenaga kekuasaan dalam masyarakat dan susunan negara, ilmu politik membahas dan mempersoalkan pembinaan masyarakat dengan kekuasaan (Hutauruk,1985: 8). Ilmu politik mempunyai tugas yaitu :
a.    Menentukan prinsip-prinsip yang dijadikan patokan dan diindahkan dalam menjalankan pemerintahan.
b.    Mempelajari tingkahlaku pemerintahan sehingga dapat mengemukakan mana baik dan mana yang salah serta menganjurkan perbaikan-perbaikan secara tegas dan terang.
c.    Mempelajari tingkahlaku politik warga negara tersebut, baik secara pribadi maupun kelompok.
d.    Mengamat-amati dan menelaah rencana-rencana sosial, kemakmuran, kerjasama internasional (Hutauruk,1985:10)
Menurut Mohamad Hatta bahwa metode ilmu tidak lain satu skema, satu rancangan kerja untuk menyusun masalah yang satu menjadi sistem pengetahuan. Ilmu politik  tidak terlepas dari ilmu lain, sebab ilmu politik berobyek pada negara, maka diperlukan pengetahuan tentang ilmu negara, hukum negara, administrasi negara, ilmu sejarah, filsafat, ekonomi, sosiologi, orang hanya melihat dari peristiwa kebrutalan, pengrusakan, pemogokan saat menjelang maupun sesudah pesta demokrasi sebagai akibat dari kegiatan pemilu,masalah sebagai akibat dari persoalan psikososial.
Masalah yang dominan justru kesenjangan psikologis, karena tidak menyatunya visi dan misi pembangunan, sehingga sebagaian saja dapat menikmati dan sebagian menjadi korban pembangun. Misalnya disparitas-disparitas ekonomi setiap negara tidak bisa dihilangkan. Dinegara majupun ada kesenjangan, di Indonesia orang berpolitik dianggap sebagai orang yang oposisi atau anti pemerintah. Masalah pokoknya adalah kebebasan hak pribadi,  dan  pemilu sekarang merisaukan masyarakat.
 Politik sangat mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijaksanaan. Kesadaran rakyat semakin hari semakin meningkat, yang diiringi banyaknya informasi politik, masalah dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan. Sebagai intelek tidak bisa hanya memandang dari pemilu sekarang dan harus mengamati parpol. Selama ini yang ada bukan partai politik, tapi hanya ornamen politik tongkat legalitas demokratis, yang dinamakan kemapanan kekuasaan sekarang akan terganggu. Kemapanan yang sekarang ada adalah dari sesuatu yang tidak mapan. Contohnya korupsi, kolusi, dan manipulasi yang merajalela. 

  
B. Ilmu Sosial Politik Dipandang Dari Segi Agama Buddha.
Sosial politik berarti berbicara dengan masalah-masalah sekitar negara sebagai suatu keseluruhan. Membahas hubungan sosial manusia dengan masyarakat dimana pandangan tentang individualisme dan kolektifisme (masyarakat), menyangkut tentang martabat manusia serta cara penghidupannya yang merupakan  suatu fundamental bagi etika sosial politik.  Pada dasarnya sosial politik menuntut agar kehidupan masyarakat dan negaranya ditata sesuai martabat manusia, sehingga menghasilkan kesejahteran, individu, masyarakat, dan Negara. Seperti dalam Mahaparinibbana Sutta yang menjelaskan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (D.II.81).
Agama Buddha menempatkan cita-cita sosialnya untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang semuanya berorientasi pada pencapaian Nibbana. Seperti yang terdapat dalam Dhammacakkapavatthana bahwa pengetahuan mutlak sejati berkenaan dengan Empat Kesunyataan Mulia telah mencapai penerangan sempurna yang sebagai tujuan akhir dari semua umat Buddha. Sedangkan masyarakat Buddhis terbagi dua kelompok yaitu :
- Perumah tangga tujuan mencapai pada kebahagiaan material maupun spiritual untuk mencapai kebahagiaan pada komunitas.
- Bhikkhu atau Sangha kelompok ini tidak mempunyai hubungan dengan sosial  politik. Karena sangha meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjadi seorang samana. Sebagai pewaris dhamma dan dimana mempunyai peran sangat penting dalam mengajarkan nilai-nilai dalam moralitas yang  diterapkan kehidupan sosial politik dan dijadikan bahan dalam menyelesaikan masalah sosial politik yang terjadi sekarang. Seperti  terdapat dalam Mahaparinibbana Sutta Buddha memberikan nasehat pada Ajattasatru supaya tidak memusnahkan suku Vaji (D.II.86)  Buddha telah meninggalkan kehidupan duniawi tetapi beliau tetap memberikan nasehat tentang pemerintahan yang baik. Buddha berasal dari kasta ksatria dan bergaul dengan para raja dan menteri, dalam mengajarkan ajarannya tidak pernah menempuh jalan dengan kekuatan politik atau mengijinkan ajaranya disalah gunakan untuk memperoleh kekuatan politik.Tetapi sekarang ada yang berusaha menarik nama Buddha kedalam politik dengan memperkenalkan bahwa Buddha adalah seorang komunis, kapitalis, atau imperalis, lupa bahwa filosofi politik  berkembang dibarat lama. Dasar agama dan politik  berbeda. Dasar politik adalah moralitas, kesucian, keyakinan dan kebijaksanaan, sementara dasar politik adalah kekuasaan.
Agama dijadikan kaki tangan sebuah politik, agama harus lebih dulu meninggalkan gagasan leluhur dan merendahkan nilai dengan tuntutan politik duniawi. Dalam situasi sekarang agama digunakan untuk membenarkan perang dan penjajahan, diskriminasi, kekerasan, pemberontakan, penghancuran karya seni dan budaya. Dharma Buddha tidak pernah mengarahkan kepada penciptaan lembaga politik baru dan menetapkan cara politik. Pada dasarnya ajaran Buddha berupa mendekati masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dan memberikan anjuran-anjuran berupa prinsip umum untuk menuntun masyarakat menuju perikemanusiaan yang lebih baik, meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat, dan pemerataan sumber daya manusia yang adil.
 Politik mempunyai batasan tertentu untuk dapat menjamin kemakmuran dan kebahagiaan rakyat dan tidak ada sistem politik seideal apapun yang menghasilkan kedamaian dan kebahagian selama dalam sistem  masyarakat di dominasi oleh keserakahan, kebencian, dan khayalan. Sekalipun sebuah politik yang baik dan menjamin hak asasi manusia dan mengandung pengujian dan keseimbangan penggunaan kekuasaan merupakan kondisi yang penting untuk kehidupan bahagia dalam masyarakat. Orang sebenarnya tidak harus membuang waktu untuk pencarian tanpa akhir akan sistem politik sehingga orang dapat bebas sepenuhnya, sebab kebebasan sepenuhnya tidak dapat ditemukan dalam sistem mana, tetapi kebebasan temukan di dalam pikiran kita sendiri, dengan meleyapkan kebodohan dan nafsu yang ada pada diri sendiri sehingga terbebas dari penderitaan.
Ada beberapa aspek dalam agama Buddha yang berhubungan dekat dengan aturan politik pada masa sekarang, yaitu :
1.    Kesejajaran umat manusia lama sebelum Abraham Lincoln.
2.    Dorongan semangat kerja sosial dan partisipasi aktif dalam masyarakat.
3.    Karena tidak ada seorang pun yang ditunjuk sebagai penerus Buddha, maka anggota pesamuan akan dituntun oleh dharma dan vinaya, atau aturan kebenaran hukum.
4.    Dorongan semangat konsultasi dan proses demokrasi (Sridammananda,2002: 290).
Pendekatan umat Buddha terhadap kekuasaan politik adalah moralisasi dan penggunaan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Buddha menjelaskan “bahwa penguasa suatu negara adil dan baik, maka para menteri menjadi adil dan baik, jika para menteri adil dan baik, para pejabat tinggi adil dan baik, jika para pejabat tinggi adil dan baik, para bawahan menjadi adil dan baik, jika para bawahan adil dan baik, maka rakyat menjadi adi dan baik”
Buddha  menjelaskan  bahwa pelanggaran susila  dan kejahatan dapat muncul dari kemelaratan. Para raja dan pemerintah mencoba memberantas kejahatan dengan hukuman-hukuman tetapi gagal (D.III.64). Bahwa dengan pengembangan ekonomi sebagai pengganti kekerasan untuk memgurangi kejahatan. Pemerintah harus menggunakan sumber daya negara untuk mengembangkan ekonomi (D.III.36). Buddha memberikan 10 peraturan untuk pemerintahan yang baik, yang dikenal dengan Dasa Raja Dharma. 10 peraturan yaitu :
1.    Liberal dan menghindari mementingkan diri sendiri
2.    Memelihara sifat mulia yang luhur.
3.    Siap untuk mengorbankan kesenangan diri sendiri untuk kesejahteraan warga negara.
4.    Jujur dan memelihara ketulusan hati.
5.    Baik dan lemah lembut
6.    Menjalani hidup sederhana agar diteladani warga negara.
7.    Bebas dari kebencian apapun.
8.    Menerapkan prinsip tanpa kekerasan
9.    menjalankan kesabaran.
10.      Menghormati pendapat rakyat untuk memajukan perdamaian dan keselarasan (Sridhammananda, 2002: 292-293).
Berkenaan dengan tingkah laku pemerintahan Buddha memberikan nasehat sebagai berikut :
1.      Pemerintah baik harus berlaku adil, tidak berat sebelah, dan tidak mendiskriminasi kan dalam satu kelompok negara dengan yang lainya.
2.      Pemerintahan yang baik tidak menyimpan segala bentuk kebencian terhadap waga negaranya.
3.      Pemerintahan yang baik tidak takut apapun dalam melaksanakan hukum, jika hal itu adil  apa adanya.
4.      Pemerintahan yang baik harus memiliki pemahaman yang jelas tentang hukum untuk melaksanakannya(Sridhammananda,2002:293). Hukum tidak boleh dilaksanakan hanya karena pemerintahan memiliki otoritas untuk memperlakukanya. Hal ini dilakukan harus masuk akal dan dengan akal sehat. Seseorang yang tidak sehat, tidak kompeten, tidak bermoral, tidak layak, tidak mampu, dan tidak untuk kedudukan seorang Raja, telah menobatkan dirinya sendiri sebagai Raja atau penguasa dengan otoritas besar adalah sasaran hukuman oleh rakyat karena tidak pantas dan tidak berharga telah menempatkan dirinya sendiri secara tidak benar dalam kursi kedaulatan penguasa seperti siapa pun yang melanggar kode moral dan peraturan dasar dari segala hukum sosial umat manusia.
Penguasa yang bertindak sebagai perampok rakyat dalam cerita Jataka disebutkan bahwa penguasa yang menghukum orang yang tidak bersalah, dan tidak menghukum orang yang melakukan kejahatan tidak sesuai untuk memerintah suatu negara. Sebagai contoh ada seorang Raja yang selalu memperbaiki dirinya sendiri dan menguji tingkah laku dengan hati-hati dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, mencoba untuk mengetahui, dan mendengarkan pendapat seperti telah melakukan hal yang kurang dan kesalahan pada rakyatnya. Jika melakukan hal tersebut dengan tidak benar rakyat akan mengeluh bahwa mereka ditindas oleh penguasa yang tidak bertanggung jawab dengan memperlakukan tidak adil, hukuman, pajak. Dan mereka akan bereaksi menentang dengan cara lain, sebaliknya  Pemerintah dengan benar mereka akan memberkatinya. Dari hal diatas dapat melihat bahwa ajaran tersebut bersifat universal dan dapat diterapkan pada semua masyarakat.
Pada kehidupan Buddha penekanan pada tugas moral penguasa untuk menggunakan kekuatan rakyat dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang telah diraih oleh Raja Asokha pada abad 3 sm dan dijadikan sebagai raja yang baik. Mereka memutuskan untuk hidup sesuai dengan dhamma dan melayani warga negara dan seluruh umat manusia. Memperkenalkan praktek kebajikan sosio-moral tentang kejujuran, kebenaran, kasih sayang, kebajikan, tanpa kekerasan, pertimbangan tingkah laku terhadap semua, tidak boros, tidak serakah, dan tidak menyakiti binatang, saling memberi kebebasan beragama dan saling menghormati antara kepercayaan, pergi secara berkala membabarkan dhamma kepada masyarakat (Sri dhammananda, 2002: 294-295).
Masyarakat membangun pelayanan publik seperti mendirikan rumah sakit untuk manusia dan hewan, menyediakan obat-obatan, menanam pohon di pinggir jalan menggali sumur, dan membangun pengairan dan rumah peristirahatan. Hal-hal yang menentang adanya sistem kasta, mengakui persamaan manusia, berbicara demi peningkatan kondisi ekonomi mereka lebih mementingkan pemerataan kekayaan yang lebih adil antara orang kaya dengan orang miskin menjunjung status wanita, menganjurkan penggabungan kemanusiaan dalam pemerintahan dan adminitrasi menganjurkan pada masyarakat supaya tidak serakah dalam segala hal. Tapi hanya pikiran manusia reformasi sejati dapat di jalankan. Reformasi yang diadakan dengan kekerasan terhadap dunia luar akan berumur pendek.
Sikap umat Buddha adalah bahwa reformasi sosial dapat dicapai, bukan dengan kekerasan dan hukuman melainkan dengan pendidikan dan kasih sayang. Reformasi sosial merupakan masalah sekunder, Buddha menegaskan bahwa ada satu jalan yang menuju pada pencapaian duniawi, dan jalan lain yang menuju Nirvana Dhammapada”(Dhp.II.23). Bagaimanapun bahwa umat Buddha tidak boleh terlibat dalam proses politik, yang merupakan kenyataan sosial. Ajaran dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu biasa dan luar biasa. Yang pertama mengacu pada kebutuhan materi yang berhubungan dengan keberadaan manusia, yang kedua memperhatikan cita-cita spiritual kita yang melampaui kebutuhan duniawi. Buddha bersabda bahwa menjalani hidup yang nyaman, aman, dan penuh, merupakan prasyarat yang diperlukan untuk menyiapkan pikiran untuk mencari pemenuhan spiritual.
Kehidupan anggota masyarakat dibentuk oleh hukum dan peraturan, aturan ekonomi diperbolehkan dalam negara dan lembaga pengaturan yang dipengaruhi oleh situasi politik masyarakat tersebut. Sebagai umat Buddha yang terlibat dalam politik, tapi tidak boleh menyalah gunakan agama untuk mendapat kekuatan politik, tidak disarankan bagi mereka yang telah meninggalkan kehidupan duniawi guna menjalani kehidupan suci dan religius untuk terlibat secara aktif ke dalamnya.


BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan.
Berdasarkan  pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa ilmu sosial politik biasanya dipergunakan untuk menjalankan sebuah negara demi kemajuan masyarakat. Walaupun sebenarnya ilmu politik tidak hanya digunakan untuk suatu pemerintahan ilmu politik juga diperlukan dalam sebuah organisasi, sekecil apapun. Berpolitik biasanya lebih mementingkan pada kekuasaan, dan ia yang punya kekuasaan, maka ia yang memenangkanya.
Sedangkan dalam keagamaan selalu mengutamakan pada pencapaian pembebasan (Nibbana), sehingga berpatokan pada ilmu agama bukan kekuasaan dunia. Walaupun begitu dalam agama Buddha Sang Buddha mengajarkan bagaimana berpolitik dalam suatu negara yang baik, demi kesejahteraan masyarakat.seperti yang terdapat dalam sutta-sutta di dalam pembahasan.Walaupun dalam agama selalu mengutamakan pembebasan, namun agama kadang digunakan untuk berpolitik dan menarik massa. Jadi sebenarnya agama dan politik tidak bisa untuk sejalan, sebab dalam politik untuk mendapatkan kekuasaan dan kemenangan dunia, sedangkan agama bertujuan untuk mencapai pembebasan. Untuk mendapatkan kekuasaan manusia dapat melakukan apa saja, tanpa memperdulikan peraturan dalam agama dan kadang dalam berpolitik akan saling  bertolak belakang dengan agama.
B.     Saran
Saran agar para pembaca dan mahasiswa dapat memahami, mengetahui tentang politik secara umum dan dari sudut pandang secara Buddhis yang dapat menambah wawasan kita sebagai warga negara, dan seorang yang belajar dalam Agama Buddha.

DAFTAR PUSTAKA

Hutamruk, 1984-1989. Garis-Garis Besar Ilmu Politik Pelita Keempat.Jakarta:  Erlangga.
Gie Kwik Kian, 1995,.Analisis Ekonomi Politik Indonesia. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama..
Mukti Krisnanda Wijaya, 2003 Wacana Buddha Dhamma. Jakarta:Yayasan Dharma Pembangunan.
Suekadijo, Claessen, 1987. Antropologi Politik Suatu Orientasi Jakarta :Erlangga.